Menulislah Untuk Keabadian (Pram)

esse es percipi

Foto saya
Padang, Sumatera Barat, Indonesia
not a girl,not a woman yet....

Sabtu, 08 November 2008

Film Indonesia, Remaja Yang Mana?

Suka nonton TV? Suka liat sinetron / film yang dikategorikan film remaja? Masihkan bisa kita definisikan remaja itu yang mana? Film atau sinetron remaja yang most of bertemakan cinta?
Awalnya remaja yang dimaksud adalah mereka yang menggunakan seragam putih abu-abu. Mereka yang duduk dibangku SMA yang berusia sekitar 14 - 18 tahun. Mereka yang memerankan berbagai adegan yang mencerminkan kehidupan remaja. Sekolah ala remaja, hubungan sosial dalam kehidupan remaja, dll yang identik dengan remaja.
Beranjak sedikit waktu, mereka yang berseragam putih biru tak mau kalah memerankan kisah-kisah yang kerap dihadapi remaja. Mereka yang berusia sekitar 10 -14 tahun dan duduk dibangku SLTP. Oke, mereka akan menuju kehidupan remaja. Katakanlah mereka pra remaja.
Surprise!!Merah putih unjuk gigi. Mereka yang berseragam kan lambang bendera negara kita ini tak mau kalah memerankan adegan yang seharusnya mencerminkan kehidupan remaja.
Atau mereka kah yang disebut remaja saat ini? lalu dua genre seragam diatas mereka disebut apa?
Apakah ini salah satu tanda-tanda evolusi makhluk hidup atau revolusi jati diri remaja?

Peran LSF

Dalam Singgalang edisi Minggu, 29 Juli 2007, dijelaskan lebih kurang sbb:
Lembaga Sensor Film (LSF) adalah garda budaya bangsa dengan visi terwujudnya masyarakat Indonesia yang memilki daya saring info untuk pertahanan tata nilai dan budaya bangsa. Sedangakan misi LSF adalah melindungi masyarakat dari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh peredaran film....dst.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa penyensoran film menyangkut beberapa segi diantaranya agama, ideologi, politik, sosial budaya, dan ketertiban umum.
Berarti jelas bahwa, tidak hanya adegan, LSF sebagai lembaga swasensor, tidak berhakkah memberi sensor terhadap individu yang akan membintangi film atau sinetron? Tentu saja berhak.
Namun pernyataan lain mengatakan bahwa LSF merasa dirinya tidak berdaya dan tidak memilki wewenang untuk menindak kecuali hanya memberi himbauan dan mengingatkan bagi yang melanggar. Tak cukup melanggarkah ini?
Penulis harap LSF tidak terus-terusan menyerahkan hal ini kepada aparat hukum dan Undang-undanag. Dalam keadaan sekarang,sudah terlalu banyak tugas aparat hukum. Akankah ditambah hanya dengan menyensor film yang layak tayang?
Penulis harap LSF berani tegas terhadap fungsinya sebagai Lembaga Sensor dan berhenti menganggap dirinya tidak berwenang atau melempar tanggung jawab nya kepada aparat yang dianggap berwenang jika tak ingin mereka yang belum menggunakan serafgan sekalipun ( balita) ikut-ikutan membintangi film atau sinetron yang seharusnya mereka mainkan 6 atau 7 lagi. Semoga!

1 komentar:

UNP TECHNICAL COMMUNITY 2001 mengatakan...

Betul itu, sekarang sepertinya kehidupan materialis telah menjangkiti hati nurani semua orang, asalkan dapat uang semua yang tak seharusnya di buat menjadi suatu keharusan dan di sah kan!!!!