Menulislah Untuk Keabadian (Pram)

esse es percipi

Foto saya
Padang, Sumatera Barat, Indonesia
not a girl,not a woman yet....

Jumat, 07 November 2008

Eksistensi Ambisi, antara Kemauan dan Emosi


Teringat ketika meminum secangkir kopi, satu sendok kopi dicampur dengan beberapa sendok gula, sesuai selera. Kemudian diseduh dengan air hangat, lalu di aduk dan siap diseruput.
Layaknya meminum secangkir kopi, ambisi adalah perpaduan antara gula dan kopi dalam cangkir yang diseduh dengan air hangat. Antara kemauan dan emosi. Kemauan ibarat gula dan emosi kopinya. Kemauan melakukan sesuatu untuk mencapai sesuatu. Kemauan untuk berhasil, kemauan untuk bersaing. Kemauan-kemauan yang ada dalam diri individu yang berada dalam masa peralihan antara anak-anak dan dewasa untuk menunjukkan eksistensinya, sebagai remaja. Belum optimalnya pemikiran remaja menimbulkan emosi yang kerap berbaur dengan kemauan. Inilah kopi untuk beberapa sendok gula. Nah, disinilah ambisi muncul sebagai eksistensi kemauan dan emosi dalam diri remaja.
Yang sering terjadi dan menimbulkan masalah adalah kalahnya kadar kemauan oleh emosi pada diri yang sedang dalam masa peralihan ini. Takaran gula yang dikalahkan oleh takaran kopi yang dalam cangkir, menimbulkan ambisi yang tidak terkendali.
Terkendalinya ambisi remaja tergantung pada niat remaja itu sendiri, dan tentu saja lingkungannya. Jika seseorang memang berniat untuk mencapai sesuatu, prestasi dikampus misalnya, maka ambisinya adalah bagaimana mencapai indeks prestasi yang sempurna. Segala hal dilakukan demi mencapai niat tersebut.Belajar optimal, mengerjakan semua tugas, dengan kata lain, study oriented.Remaja dengan ambisi ini tak jarang meninggalkan hal lain yang mungkin akan sangat berharga baginya. Tak jarang kemauan-kemauan lain tak terindahkan akibat inginnya ambisi tadi muncul kepermukaan. Hal-hal yang tidak terindahkan itu misalnya kepentingan sosial, persahabatan, kegiatan ekstra di kampus dan lain-lain. Disinilah terlihat takaran kopi yang berlebihan. Nah, disinipulalah gula sebagai eksistensi dari kemauan seharusnya berperan. Kemauan untuk tetap memiliki sahabat, kemauan untuk tetap besosialisasi, kemauan untuk tetap bergabung dengan berbagai kegiatan ekstra kampus. Namun tidak meninggalkan orientasi studi awalnya.
Sedangkan lingkungan, bagaimana lingkungan mempengaruhi ambisi seseorang?
Tentu saja dengan ambisi pula. Jika lingkungan disekitar adalah lingkungan dengan penuh ambisi, maka berambisi pulalah remaja itu, namun jika lingkungannya adem ayem tanpa persaingan ambisi yang ketat, maka tak bernafsu pula ia untuk memiliki ambisi.
Apapun faktor penyebabnya ambisi tetaplah ibarat kopi dalam cangkir. Tanpa ambisi, gula dan air hangat tidak cukup menggugah selera. Untuk menimbulkan selera dan aroma yang menggoda, takaran ambisi haruslah tepat. Pertimbangkan kemauan. Kemauan untuk menjaga ambisi agar tak terlalu mendominasi.
Hanya mereka yang bisa menakar gula dalam kopi dalam keadaan pas lah yang bisa menikmati kopi dengan nikmat. Ingat tak semua orang suka kopi pahit

Tidak ada komentar: